Kamis, 17 April 2014

SOSOK : ABDIAN RAHMAN, MENGANGKAT KESEHARIAN KAMPUNG DALAM SASTRA


Kompas, Rabu, 26 Maret 2014


MENGANGKAT KESEHARIAN KAMPUNG DALAM SASTRA

Abdian Rahman ialah penulis cerpem yang mengangkat keseharian kampung dalam cerpennya yang ditu jukkan dalam beberapa judul cerpennya, antara lain Perempuan dalam Sakaya. Kuburan Uak, dan Sorea yang berarti pengumuman untuk sebuah kegiatan di kampung dengan cara berteriak. Kosakata itu ialah kosakata bahasa Kaili yang banyak digunakan di daerah Sulawesi tengah.
Abdian menggunakan istilah-istilah ini dengan tujuan agar bahasa local tidak punah, dan juga kosakata-kosakata itu terasa lebih emosional,sastrawi, dan simbolis. Abdian ialah mahasiswa jurusan  Bahasa Indonesia Fakultas ilmu Pendidikan dan Keguruan di Universitas Tadulako (FKIP, Untad) di Palu, tahun 2011. Sejak lulus itulah abdian memutuskan untuk tinggal di kampung,. Ia mengabdika dirinya sebagai guru honorer di SMP dan SMA di Desa Meli, Balaesang, Kabupaten Donggal. hal inilah yang membuat abdian tertarik untuk menulis kehidupan masyarakat Kaili, baik yang masa kini maupun masa lampau. Abdian adalah anak ketiga dari lima bersaudara. Ia menekuni tulis-menulis sejak ia baru pertama masuk kuliah pada tahun 2007. Pada tahun pertama kuliah, ia langsung bergabung dengan Sanggar Seni Bahana milik Jurusan Bahasa Indonesia FKIP Untad. Sanggar ini berfokus pada penggarapan seni local yang dikemas secara teatrikal dan musical, seperti ide dari Badian untuk menggarap Balia menjadi sentuhan panggung. Balia merupakan upacara masyarakat Kaili untuk menyembuhkan orang sakit. Upacara ini diiringi oleh lalove (suling panjang), tabuhan gimba (kendang), serta tarian dan nyanyian.

Tetua Adat

Sanggar seni bahana membawa bdian untuk mengetahuo kebiasaan, ujaran, cerita rakyat, serta dongeng-dongeng yang berkembang saat zaman nenek moyang , nilai-nilai local yang belakanga ini mulai hilang oleh karena budaya lain. Ketika Abdian pulang kampung, ia pun aktif berinteraksi dengan tetua-tetua adat. Tetua itu bercerita bahwa individu dalam masyarakat yang menajdi sorea akan berkorban karena sorea itu berteriak-teriak secara manual di sepanjang kampung untuk mengumumkan acara-acara besar seperti adanya pertemuan pengumuman ataupun kegiatan keagamaan. Untuk menulis cerpen-cerpennya, Abdian menemukan inspirasi dengan cara mendayung kapal sampai di laut tepat diperbatasan antara teluk Palu dan selat Makasar.

Momentum

modal yang ia dapat disanggar ditambah dialog informal dengan tetua kampung mendapatkan momentum pada tahun 2009. Abdian bergabung dengan Lembaga Pers Mahasiswa Untad. Hal yang utama yang dilatih olehnya ialah melatih keterampilam dalam menulisnya. Hasilnya pada tahun 2009 ia sudah bisa menyelesaikann cerpen pertamanya yang berjudul ‘Kupu-kupu Hijau” . Cerpen abdian  lalu dikirimkan olehnya ke Media Publishing di Jakarta. Pada tahun 2011 cerpennya tersebut diterbitkan dalam antologi Karena Aku tercipta istimewa”.

Sanggar Seni

Selain menjara di SMAN 2 Labean Kecamatan Balaesang dia juga mengajar di Sanggar Seni Hati. Di sanggar ini BAdian menularkan kecintaannya dalam dunia teater, serta menulis sastra seperti puisi dan cerpen. Sesuai obsesi dari ABdian ia mengajak siswa untuk menggarap isu pergulatan dan dinamika masyarakat Kaili. Karena ketertarikannya pada Sulawesi Tengah, ketika ia mengajar ia sering dianggap menyeleneh karena setiap apa yang diceritakannya tidak pernah lepas untuk bercerota tentang cerita rakyat Sulawesi Tengah. Dari pengalaman mengajar inilah ia yakin bahwa masih banyak anak uda yang ingin menekuni  dunia sastra asalkan disediakan wadah dan membka akses seluas-luasya untuk mereka.


Tidak ada komentar: